Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop mengumumkan langkah tersebut Rabu (19/3/2014) menyusul penandatanganan perjanjian resmi yang menyatakan Crimea resmi menjadi wilayah kedaulatan Rusia oleh Presiden Vladimir Putin. Bishop di Parlemen Federal mengatakan Australia mengutuk aksi Rusia tersebut.
"Pemerintah Australia akan menjatuhkan sanksi keuangan dan larangan perjalanan yang ditargetkan kepada orang-orang yang berperan dibalik ancaman Rusia atas kedaulatan Ukraina," kata Bishop.
"Australia mengambil tindakan ini sebagai bentuk solidaritas dan dukungan untuk tatanan internasional yang berbasis aturan."
Namun pemerintah Australia belum menyebutkan nama-nama politisi yang terlibat dalam aneksasi Rusia tersebut.
Awal pekan ini, Amerika Serikat juga telah memberlakukan sanksi serupa terhadap 11 politisi terkemuka dan pejabat di Ukraina dan Rusia, termasuk dua orang pembantu Presiden Vladimir Putin.
Dalam penandatanganan perjanjian formal aneksasi Crimea Selasa malam (18/3/2014), Putin menyampaikan pernyataan keras bernada patriotik ke peserta sidang gabungan parlemen di Kremlin.
Diiringi tepuk tangan dan air mata dari delegasi yang hadir, Putin menggambarkan negara-negara Barat telah bersikap "munafik" karena pernah juga mendukung kemerdekaan Kosovo dari Serbia tetapi sekarang menyangkal keinginan warga Crimea untuk mendapatkan hak yang sama.
Pidato itu disampaikan ditengah meningkatnya konflik militer, setelah akhirnya Ukraina membolehkan tentaranya di Crimea untuk menggunakan senjata dalam melindungi diri pasca tewasnya seorang prajurit Ukraina dalam serangan di basis Krimea.
Bishop mengatakan tindakan Australia juga sejalan dengan sanksi yang dikenakan oleh Uni Eropa dan Kanada. Di parlemen Bishop mengatakan hukum internasional tidak mengizinkan satu negara mencuri wilayah lain atas dasar sebuah referendum yang tidak bisa dianggap bebas atau adil.
"Situasi di Crimea masih sangat serius dengan potensi terjadinya konfrontasi militer," katanya.
"Serangan yang fatal pada prajurit Ukraina di Crimea harus disesalkan dan menggarisbawahi volatilitas krisis yang dipicu Rusia."
0 komentar:
Posting Komentar